Komite III DPR telah memilih Johanis Tanak untuk menggantikan Lili Pintauli Siregar sebagai pimpinan KPK.
Pandangannya tentang keadilan restoratif korup dipandang semakin melanggengkan impunitas bagi koruptor.
Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola mengkritik pandangan Johanis tanak di hadapan anggota Komite Ketiga.
Menurutnya, pemikiran Johanis bertentangan dengan sikap kasus korupsi sebagai kejahatan luar biasa, serta paradigma UNCAC.
Alvin juga khawatir Johanis tanak akan melakukan pendekatan ini saat menjabat sebagai Ketua KPK.
Pada Rabu, 28 September 2022, Alvin mengatakan,
“Upaya untuk mengubah penanganan kasus korupsi menjadi penyelesaian akhir melalui keadilan restoratif harus mendahului undang-undang perampasan aset.”
Dalam sambutannya, Johannes mengusulkan pendekatan keadilan restoratif terhadap kasus korupsi.
Pelaku korupsi bisa dijamin tidak akan dituntut asalkan mengembalikan tiga kali lipat kerugian negara akibat perbuatannya, ujarnya.
Tak hanya restorative justice, Alvin juga mencatat Johanis Tanak merupakan calon yang menyepakati revisi UU KPK pada pemilu 2019. Namun, Johanis tidak terpilih saat itu.
“Johanis sebelumnya dianggap setuju dengan perubahan undang-undang KPK, khususnya tentang
keberadaan dewan pengawas dan penghentian penyidikan atau surat perintah penangkapan untuk SP3,” kata Alvin.
Sementara itu, Lalola Easter Kaban, Koordinator Bidang Hukum dan Pengawasan Yudisial Indonesia Corruption Watch (ICW),
menyayangkan sikap Komite Ketiga yang tidak mendalami penjelasan Johanis.
Ia melihat fit test ini sebagai formalitas belaka.
“Sebagai praktik yang baik, DPR harus melakukan tes ulang dengan benar.
Jadi, bagi saya, tes (kemarin) itu formalitas,” kata LaRolla pada kesempatan lain.
Johanis Tanak menjadi pengganti Lili Pintauli Siregar setelah meraih 38 suara dalam pemilihan panitia ketiga DPR, Rabu lalu.
Ia mengungguli calon lain, I Nyoman Wara, yang hanya memperoleh 14 suara.
Selain itu, DPR RI akan menyetujui Johanis Tanak sebagai nama pimpinan KPK yang baru dalam rapat paripurna.
Setelah itu, DPR akan mengirimkan nama orang yang menjabat sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada
Wakil Jaksa Agung Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara di Kejaksaan Agung hingga pelantikan Presiden Jokowi.